AQIQAH

Hukum dan Hikmahnya

Oleh : Dr. Ardiansyah, MA

1. Pengertian Aqiqah
             Kata Aqiqah berasal dari bahasa Arab yaitu "iqqah" atau "aqqah". Secara etimologi memiliki makna membelah, memutus, atau memotong. Penggunaan kata ini pada awalnya untuk menunjukkan bulu hewan yang disembelih ketika menyambut kelahiran seorang anak. Kemudian istilah itu dipergunakan dalam pengertian syara' untuk menunjukkan hewan yang disembelih pada hari ketujuh dari anak yang baru lahir sebagai ungkapan rasa syukur atas rahmat Allah swt.
               Bagi masyarakat Arab di zaman Nabi, aqiqah untuk anak perempuan merupakan hal yang sangat baru dan tentu saja mengundang kontroversi. Sebelumnya, jangankan untuk dihormati, keberadaan bayi perempuan merupakan aib bagi keluarga sehingga praktik pembunuhan bayi perempuan menjadi lazim, seperti diisyaratkan dalam Al-Qur'an: "Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padam) mukanya dan dia sangat marah."(QS. An-Nahl [16]:58).
                  Dalam buku sejarah klasik bangsa Arab jahiliyah yang ditulis oleh Ibnu 'Atsir berjudul al-Kamil fi al-Tarikh disebutkan , pembunuhan bayi perempuan merupakan stategi mengontrol keseimbangan populasi penduduk dalam masa tribal (kesukuan). Pembunuhan bayi-bayi perempuan secara selektif dan proporsional menstabilkan penduduk dan mencegah kemerosotan standar hidup mereka.

2. Dasar hukum Aqiqah 
                  Berdasarkan hadis Nabi, para ulama berbeda pendapat tentang hukum Aqiqah.
Pertama, menurut mazhab Zhahiriyah Abu dau azh-Zhahiri, Imam al-Hasan al-Bashri, Imam Laits bin Sa'ad hukum aqiqah adalah Wajib. Pendapat kedua, menurut Abu Hanifah hukumnya Tathawwu' (tidak wajib dan tidak pula sunnah) atau disebut juga mubah/boleh dikerjakan boleh tidak. Pendapat ketiga, menurut jumhur ulama diantaranya Imam Malik, Imam asy-Syafi'i, Imam Ahmad hukumnya Sunnah Muakkad.
Bagaimanakah bisa terjadinya perbedaan pendapat antara berbagai ulama?

0 komentar: